Senin, 21 Desember 2015

IPK Turun? Karena Sukses Tak Hanya Diukur Dengan Angka, Inilah Hal-Hal yang Tak Kalah Penting Dari IPK!

MERASA indeks prestasi (IP) atau indeks prestasi kumulatif (IPK) turun? Atau bukan hanya perasaan namun sudah menjadi kenyataan? Harus nangis gitu? Harus marah ke dosen yang memberi nilai? Marah pada lingkungan? Menyalahkan jadwal yang mengaku super padat?
Ya, itu beberapa pertanyaan yang bisa diajukan pada diri sendiri ketika pada kenyataannya IP atau IPK turun. Banyak mahasiswa kecewa ketika mengetahui IP atau IPK tidak sesuai harapan sehingga berujung menyalahkan apapun yang bisa menjadi kambing hitam. Tidak salah, namun baikkah?
Kalau sudah IP atau IPK turun disemester ini, lantas apa yang bisa dilakukan? Menyalahkan keadaan yang sudah berlalu bukanlah hal yang tepat untuk dilakukan. Lalu?
Saya: “Eh, IPK kamu berapa sih?”
Temen: “Ah, nggak nyampek 3,5. Sedih banget!”
Saya: “Lah, ngapain sedih? Aku aja 2,92 udah syukur alhamdulillah banget. Hahaha.”
IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) umumnya dijadikan standar kesuksesan mahasiswa. IPK menjadi lebih penting lagi karena ia juga dijadikan patokan berbagai perusahaan dalam mencari karyawan. Tak heran jika kita dan banyak mahasiswa lainnya akan berusaha mati-matian demi mendapatkan IPK memuaskan. Ketika IPK yang didapat nyatanya tak sesuai harapan, kita pun mulai pesimis menatap masa depan.
Tapi, tunggu! Apakah IPK memang bisa sebegitu mempengaruhi hidup kita? Apakah kesuksesan hanya bisa diukur dengan IPK-kita? Bertahun-tahun menjalani kuliah, tidakkah kita punya prestasi dan pencapaian lain yang bisa membanggakan?
Yup, prestasi dan pencapaian lain itu pasti ada, kita hanya tidak menyadarinya. Lepas dari tinggi-rendahnya IPK yang kita punya, inilah hal-hal lain yang bisa jadi penentu kesuksesan kita selain sekadar angka!


1. Tak ada salahnya mati-matian belajar demi IPK yang memuaskan. Tapi jangan lupa, jaringan pergaulan yang luas jugalah kualitas yang patut dibanggakan.
Salah satu prestasi atau pencapaian yang bisa dibanggakan selama jadi mahasiswa adalah banyaknya teman yang kita punya. Bukan hanya teman-teman seangkatan atau satu jurusan. Berteman dengan adik angkatan, kakak angkatan, bahkan teman-teman dari jurusan lain atau kampus lain pun boleh dibilang sebagai prestasi.
Pasalnya, banyaknya teman yang kita punya jadi penanda kesuksesan kita sebagai seorang individu. Punya teman dengan berbagai latar belakang membuktikan bahwa kita adalah pribadi yang mudah menyesuaikan diri. Karakter dan sifat yang kita punya pastilah menyenangkan sehingga banyak orang yang bisa menerima kehadiran kita. Tanpa kita sadari, jaringan koneksi yang kita punya justru bisa melancarkan jalan karir dan kehidupan kita.
“Buku yang kita cari bakal referensi skripsi tak tersedia di perpustakaan kampus kita? Gampang! Cukup SMS teman dari kampus lain dan minta tolong agar mencari di perpustakaan kampusnya.
Lulus dan belum juga dapat pekerjaan? Ada teman-teman yang sudah lebih dulu bekerja di berbagai perusahaan dan bisa kita mintai informasi lowongan kerja.”
2. Silakan kalau mau belajar setiap hari demi IPK tinggi. Tapi, kita sah masuk golongan orang-orang yang merugi jika tak pernah ikut organisasi.
Kita boleh berambisi punya IPK tinggi, tapi pengembangan sikap dan pembentukan karakter diri justru bisa lebih kita dapatkan lewat organisasi. BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) atau HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan), in this case: HKMF, ibarat tempat pelatihan gratis dimana kita bisa memaksimalkan soft skill; belajar tentang kepemimpinan, kemampuan komunikasi, menjalin koneksi, hingga skill managerial.
Keterlibatan dalam organisasi yang kaitannya dengan hobi maupun organisasi sosial dan kemasyarakatan di luar kampus pun tak kalah membawa manfaat. Kita bisa menumpuk pengalaman berharga lewat kegiatan-kegiatan yang melibatkan banyak orang. Karakter dan pola pikir yang terus tertempa adalah modal yang tak kalah pentingnya dari IPK. Segala yang kamu dapat lewat organisasi adalah bekal ketika kita menjejak dunia profesional nantinya.
3. Mengejar nilai atau angka saja adalah sama dengan menjalani kuliah dengan buta. Dengan begitu, setelah lulus pun kita belum tahu kelak karir kita akan mengarah kemana.
Kuliah jelas bukan perkara sederhana dan mustahil bisa berhasil jika hanya dijalani dengan “seadanya”. Segala sesuatunya harus dilakoni dengan penuh kesadaran dan keyakinan, baik sejak mendaftar dan memilih jurusan hingga menjalani kegiatan perkuliahan. Kita harus baik-baik memahami materi apa saja yang dipelajari dan bagaimana aplikasinya di dunia kerja nanti. Perkara rencana karir dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di masa depan juga harus masak-masak dipikirkan.
IPK bukan satu-satunya yang membuat mahasiswa berhasil setelah lulus. Ada kok sarjana-sarjana yang bisa sukses di dunia kerja meskipun IPK mereka tidak tinggi. Tentu banyak faktor yang mempengaruhi kesuksesan seseorang ‘kan? Mungkin saja, Meski IPK-kita tak bisa dibanggakan, kemauan belajar dan kepiawaian bekerja sama dalam tim dapat mengantarkan kita meraih predikat karyawan berprestasi. Atau Sekalipun IPK-kita jeblok, kegigihan dan keberanian mencari peruntungan di dunia usaha juga bisa menjadikan kita seorang entrepreneur sukses.
4. Apa gunanya mengejar IPK jika kita tak bisa mengaplikasikan ilmu yang kita punya. Mahasiswa adalah golongan manusia unggul yang terus ditempa agar jadi sebaik-baiknya manusia. Dengan atau tanpa IPK yang kita punya, sudahkah kita memberi manfaat bagi sekitar?
Kuliah tak melulu tentang memenuhi kebutuhan sendiri; masuk kuliah, jadi mahasiswa berprestasi, dapat IPK tinggi, lulus tepat waktu, lalu diterima bekerja di perusahaan impian dan hidup mapan. Lebih daripada itu, menyandang predikat sebagai mahasiswa justru secara tidak langsung “membebani kita” dengan tanggung jawab pada sekitar. Sebagai golongan manusia unggul yang punya intelektualitas tinggi, mahasiswa diharapkan bisa ikut berkontribusi dalam pembangunan.
Coba tanyakan pada diri sendiri, seberapa banyak yang bisa kita lakukan untuk bangsa? Mulai dari lingkup terkecil, apakah keberadaan kita sudah bisa memberi manfaat bagi keluarga maupun lingkungan tempat tinggal? Setidaknya, sudahkah status sebagai mahasiswa, terlebih sebagai mahasiswa kesehatan, mendorong kita untuk bertumbuh jadi pribadi yang lebih baik setiap harinya dan bermanfaat bagi sekitar?
5. Ada yang bisa disyukuri saat IPK-kita tak sesuai ekspektasi. Di titik ini kita akan belajar mengoreksi diri sendiri dan mengakui kesalahan dengan gagah berani
Pernah gagal dalam ujian, tak lulus salah satu mata kuliah atau dapat nilai C, IPK jeblok; berbagai momen kegagalan yang sebenarnya tak melulu harus ditangisi, tapi perlu juga disyukuri. Bagaimana pun, kegagalan akan selalu datang sepaket dengan pelajaran yang bisa diambil setelahnya.
Saat nilai ujian kita bahkan tak mencapai batas tuntas, kita dapat belajar untuk mengoreksi diri sendiri. Apakah kegagalan kita tersebut lantaran malas belajar, atau sering bolos di mata kuliah ini sehingga tak menguasai materi? Sama halnya ketika mendapati IPK yang tak sesuai ekspektasi, kita justru bisa mengakui kealpaan kita dengan gagah berani.
“IPK-ku jelek karena aku tak bisa membagi waktu dan terlalu fokus di organisasi.”
atau
“IPK-ku jelek karena aku malas belajar lantaran jurusan yang aku ambil tak sesuai keinginan.”
Justru di titik inilah kita berhasil mencapai fase kedewasaan. Kita bisa menyadari bahwa segala hal yang terjadi dalam hidup pastilah ada sebab dan akibat yang menyertainya. Kita harus belajar untuk menerima dan berhenti menyalahkan keadaan atau orang lain atas kegagalan yang kita alami.
Namun demikian, Sekali, dua kali, IP atau IPK turun itu wajar, tapi kalau turun terus itu jadi pertanyaan.
Wajar itu masih wajar, ketika diri mulai sadar bahwa turunnya indeks prestasi merupakan suatu bahan evaluasi kesalahan. Bukan wajar yang bisa terus diulang.
Misal, tingkat tiga ini merasa IP atau IPK turun harus bisa jadi batu loncatan agar tingkat empat bisa lebih baik lagi. Jangan mengeluh, terkadang diri kita melihat rumput tetangga lebih hijau dibandingkan rumput di taman sendiri. Kalau diri kita mau bersyukur, banyak keajaiban yang telah menghampiri saat IP atauIPK itu turun. Apa?
Coba Evaluasi Diri
Banyak hal yang telah diri kita lakukan disaat mahasiswa lain tekun belajar. Banyak pengalaman hidup yang telah kita lewati lebih dari mahasiswa rata-rata. Banyak pembelajaran hidup yang baru kita sadari: betapa pentingnya arti waktu, betapa pentingnya belajar, betapa pentingnya membagi waktu (belajar, berbakti, bekerja, berorganisasi, istirahat), betapa pentingnya niat dan tujuan belajar, betapa pentingnya suatu organisasi dan pekerjaan, betapa pentingnya berbakti pada kedua orang tua, betapa pentingnya uang, betapa pentingnya mengenal karakter orang, dan betapa penting lainnya.
Tidak semua orang merasakan apa yang diri kita rasakan saat ini. Ketika IP atau IPK turun, itulah tamparan halus yang Tuhan berikan untuk diri kita yang sempat lalai akan bersyukur.
Untuk membayar itu semua, ikhlaskan diri saat ini untuk menerima IP/ IPK yang mulai menipis jumlah angkanya. Berjuanglah agar diri kita akan mendapatkan IP/ IPK yang mulai bertambah lagi jumlah angkanya di semester selanjutnya.
Setelah Evaluasi Diri, so what’s next?
Ternyata diri kita ini sadar, banyak hal yang telah kita lakukan dalam waktu kebelakang dan banyak hal pula yang harus kita lakukan dalam waktu kedepan. Menyadari pentingnya niat dalam belajar, lalu memperbaiki dan meluruskan niat sehingga memudahkan diri dalam menyerap ilmu yang diberikan oleh dosen. Menyadari pentingnya Tuhan, menguatkan diri bahwa semua adalah atas kehendak-Nya, tugas kita sebagai hamba adalah berusaha bersungguh-sungguh dan mengembalikan hasil kepada-Nya. Menyadari pentingnya waktu, mengajarkan kita membagi waktu antara kuliah, organisasi, dan bekerja. Hingga hasilnya seimbang: akademik mampu memperluas dan memperdalam ilmu pengetahuan dalam diri, organisasi mampu menjadikan diri lebih dewasa menjalani kehidupan, dan bekerja mampu menjadikan diri berusaha memanfaatkan apa yang telah diri miliki. Menyadari kesalahan saat ini, menjadikan diri lebih kuat dalam bertekad memperbaiki diri dimasa kini dan masa depan.
Jadi? Berpikir positiflah dalam menyikapi episode kehidupan, karena telah jelas bahwa antara diri kita dan orang lain pasti berbeda. Bersyukurlah bahwa Allah telah menakdirkan diri kita merasakan yang tidak semua orang rasakan. Jangan jadikan kesibukan saat ini menjadi salah satu indikasi kebodohan diri.
Mahasiswa yang berpikir adalah mahasiswa yang bisa mengambil hikmah disetiap kejadian. Salam Semangat Perbaikan! (HA)

0 komentar:

Posting Komentar