Selasa, 20 Januari 2015


Obat herbal sudah banyak dikenal dan diketahui oleh masyarakat. Namun sayangnya, belum banyak yang tahu dengan benar bagaimana penggunaan obat herbal dengan benar agar obat herbal yang digunakan aman dan tak merugikan kesehatan nantinya. Pengobatan cara nenek moyang atau pengobatan tradisional menggunakan obat –obat herbal mulai kembali banyak digunakan diera modern sekarang ini. Masyarakat Indonesia patut bersyukur karena Indonesia memiliki potensi tinggi dalam bidang pengobatan herbal. Indonesia yang beriklim tropis merupakan negara dengan keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia setelah Brasil. Indonesia memiliki sekitar 25.000 hingga 30.000 spesies tanaman yang merupakan 80 persen dari jenis tanaman di dunia dan 90 persen dari jenis tanaman di Asia.


Obat herbal Indonesia, yang dikenal sebagai JAMU, sejak berabad-abad telah digunakan secara luas oleh bangsa Indonesia untuk memelihara kesehatan dan mengobati penyakit. Di masa depan, pengembangan dan penggunaan obat herbal Indonesia mesti didasarkan bukti-bukti ilmiah yang kuat, terutama melalui R&D dan standarisasi, sehingga dapat diintegrasikan dalam sistem pelayanan kesehatan nasional.

Di Indonesia, penggunaan obat herbal untuk terapi kesehatan sudah banyak dilakukan. Sebenarnya hal ini tak hanya dilakukan di Indonesia saja, namun juga dibeberapa negara, bahkan negara maju termasuk Jepang dan Amerika Serikat. Banyak dokter dan rumah sakit yang mendukung penggunaan obat herbal. Bahkan, pemerintah mengatur penyelenggaraan pengobatan komplementer alternatif dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 1109 tahun 2007.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan, definisi pengobatan komplementer tradisional – alternatif adalah pengobatan non konvensional yang ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan dan efektifitas yang tinggi berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik tapi belum diterima dalam kedokteran konvensional. Dalam penyelenggaraannya, harus sinergi dan terintegrasi dengan pelayanan pengobatan konvensional dengan tenaga pelaksananya dokter, dokter gigi, apoteker dan tenaga kesehatan lainnya yang memiliki pendidikan dalam bidang pengobatan komplementer tradisional – alternatif. Jenis pengobatan komplementer tradisional -alternatif yang dapat diselenggarakan secara sinergi dan terintegrasi harus ditetapkan oleh Menteri Kesehatan setelah melalui pengkajian.

Dewasa ini penggunaan obat herbal cenderung terus meningkat, baik di negara sedang berkembang maupun di negara-negara maju. Peningkatan penggunaan obat herbal ini mempunyai dua dimensi penting yaitu aspek medik terkait dengan penggunaannya yang sangat luas diseluruh dunia, dan aspek ekonomi terkait dengan nilai tambah yang mempunyai makna pada perekonomian masyarakat. Obat Tradisional Cina/Traditional Chines Medicine (TCM) memiliki akar sejarah yang jauh lebih tua dibanding dengan obat entitas kimia (chemical entity) yang berasal dari Barat. TCM telah lebih dari 3000 tahun menjadi bagian dari budaya Cina dan telah puluhan abad menyebar luas dibawa oleh warga bangsa itu yang merantau keseluruh penjuru dunia (Chinese Oversease). Dengan
meningkatnya globalisasi dan kemajuan di bidang teknologi informasi dan komunikasi, maka penyebaran TCM makin meluas keseluruh dunia dan terus meningkat dari tahun ke tahun.

Jenis Obat Herbal di Indonesia
 Obat herbal Indonesia pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu : (1) Jamu; (2) Obat Herbal Terstandar; dan (3) Fitofarmaka. Jamu sebagai warisan budaya bangsa perlu terus dikembangkan dan dilestarikan dengan fokus utama pada aspek mutu dan keamanannya (safety). Khasiat jamu sebagai obat herbal selama ini didasarkan pengalaman empirik yang telah berlangsung dalam kurun waktu yang sangat lama.

Berdasarkan berbagai hasil penelitian ilmiah yang telah dilakukan selama ini ternyata sebagian besar jamu yang digunakan oleh masyarakat luas mengandung dua komponen penting, yaitu imunomodulator dan anti oksidan. Dengan demikian jamu bermanfaat untuk menjaga dan memelihara kesehatan, sehingga tidak mudah sakit karena sistem imunitas tubuh terpelihara dan berfungsi dengan baik. Obat herbal terstandar adalah obat yang simpliasianya telah dilakukan standarisasi dan telah dilakukan uji pra klinik. Standarisasi simplisia merupakan upaya menyeluruh dimulai dengan pemilihan lahan (unsur tanah) yang tepat untuk tumbuhan obat tertentu, budidaya yang baik sampai pasca panen (good agriculture practices). Setiap simplisia mengandung komponen yang kompleks. Untuk standarisasi bagi setiap simplisia maka perlu ditetapkan zat penanda (finger print) yang digunakan sebagai parameter. Fitofarmaka adalah adalah obat herbal yang telah dilakukan uji klinik secara lengkap. Dengan uji klinik yang lengkap dan mengikuti prinsip-prinsip uji klinik yang baik, maka fitofarmaka dapat digunakan dalam pelayanan kesehatan formal karena memiliki evidence base dan dukungan data ilmiah yang kuat.

 Budi daya tanaman obat Indonesia mempunyai 3 aspek strategis yaitu: (1) menjamin mutu simplisia sesuai dengan standar; (2) mejaga kelestarian tanaman obat Indonesia; dan (3) meningkatkan nilai tambah ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat luas. Dengan budi daya yang baik, mulai dari pembibitan, penanaman sampai pemanenan akan dapat dihasilkan simplisia dengan kualitas yang baik dan harga yang kompetitif. Budi daya ini penting untuk diwujudkan karena pasokan simplisia dari dalam negeri selama ini sebagian besar masih berasal dari tanaman liar yang tentu suatu saat akan punah jika tidak didukung oleh usaha budi daya tanaman obat. Langkah penting yang perlu dilakukan dalam kaitan dengan budi daya ini adalah pemetaan tanaman obat unggulan Indonesia untuk mengetahui di daerah mana tanaman obat tersebut tumbuh dan menghasilkan kandungan bahan aktif yang optimal.

Penelitian, Pengembangan dan Mutu Obat Herbal Indonesia
Penelitian dan pengembangan obat herbal di Indonesia masih belum optimal terutama masih lemahnya koordinasi dan jaringan R&D di Indonesia. Berbagai penelitian obat herbal memang telah dilakukan di Indonesia oleh berbagai institusi, tetapi tanpa koordinasi dan arah yang jelas. Sebagian besar penelitian masih bersifat marjinal, belum komprehensif dan kurang memiliki kedalaman sehingga hasilnya tidak optimal untuk diimplementasikan oleh usaha industri. Dalam konteks ini Pemerintah harus memiliki visi yang jelas, komitmen yang kuat dan program yang kongkret mengenai pengembangan obat herbal Indonesia. Langkah lebih lanjut adalah membangun networking penelitian dan pengembangan obat herbal Indonesia yang melibatkan lembaga penelitian universitas dan industri. Aliansi stratejik ini perlu diperkuat dengan kerjasama yang saling menguntungkan. Di satu pihak industri akan dapat memproduksi dan memasarkan produk-produk unggulan hasil riset universitas, dilain pihak universitas memperoleh dana untuk memperkuat riset unggulan yang bermanfaat bagi masyarakat luas sekaligus menghasilkan nilai tambah ekonomi yang cukup besar.

Upaya untuk menjamin mutu dan keamanan (safety) obat herbal harus dilakukan sejak awal proses mulai dari pemilihan dan penggunaan simplisia, seluruh proses produksi sampai produk-produk tersebut beredar di masyarakat. Produsen obat herbal mempunyai tanggung jawab yang besar atas mutu dan kemanan produknya yang dipasarkan kepada masyarakat luas. Untuk itu produsen harus mempunyai sistem pengawasan internal yang dapat memantau dan mengawasi mutu dan keamanan produknya sejak awal proses sampai produk tersebut ada di peredaran (post marketing survilance). Bersamaan dengan itu Pemerintah harus melakukan pengawasan yang sistematik yang mencakup pengawasan pre-market maupun post-market untuk memastikan produk-produk herbal yang beredar di masyarakat aman dan bermanfaat.

Cermati Penggunaan Obat Herbal
Obat herbal yang dibuat dari tanaman obat juga memiliki kandungan zat-zat tertentu yang dapat menimbulkan reaksi berbeda pada setiap orang yang mengkonsumsinya. Setiap pasien wajib memperhatikan reaksi ini. Ilmuwan dari King’s College, Inggris, menemukan fakta bahwa obat herbal memang memiliki manfaat. Namun hasil penelitiannya menunjukkan bahwa obat herbal memiliki efek samping yang dapat mengancam ginjal dan menimbulkan kanker darah. Kalau ada yang bilang herbal tidak punya efek samping, itu hanya akal akalan saja. Tetap ada (efek sampingnya). Itulah mengapa penggunaan dan dosisnya juga harus tepat. Jika diminum dengan takaran tidak tepat, efek samping bisa muncul. Organ yang jadi korban biasanya lambung, hati, ginjal, dan saluran kencing. Bisa juga terjadi reaksi alergi, fotosensitivitas, dan gangguan tidur. Sedangkan tepat indikasi merujuk pada penggunaan obat yang memang sesuai dengan kondisi pasien. Karena itulah diperlukan kepastian medis lewat berbagai tes untuk mengetahui penyakit yang diderita pasien. Tidak bisa hanya mengira-ngira. Sementara itu, tepat penderita mengacu pada usia pasien. Sebab, bisa jadi obat herbal untuk anak-anak belum tentu cocok untuk orang dewasa. Begitu juga sebaliknya.

Terdapat beberapa contoh obat herbal yang diduga mempunyai efek samping yang serius, diantaranya tanaman feverfew, hawtorn, kava dan sebagainya. Tanaman Feverfew ( Tanacetum parthenium ) mempunyai indikasi untuk mencegah migrain. Namun, efek samping yang ditimbulkan oleh tanaman ini bisa menyebabkan Sindrown “post-fever” setelah penguunaan dihentikan. Tanaman hawtorn ( Crataegus sp ) mempunyai indikasi untuk penyakit Congestive Heart Failure. Namun, efek sampingnya bisa menyebabkan efek adiktif dengan glikosida cardiac lainnya. Lalu, tanaman kava (Piper methysticum) mempunyai indikasi untuk mengatasi kelelahan. Namun, efek samping yang ditimbulkan bisa menyebabkan kerusakan pada hati.

Jadi, jangan berpikir kalau obat herbal dari tanaman tidak mempunyai efek samping. Tetap berwaspada terhadap obat herbal yang dikonsumsi, mengingat akan ada efek samping yang ditimbulkan jika dikonsumsi terus menerus ataupun saat konsumsi obat dihentikan. Bisa jadi, efek samping yang timbul memang bukan sekarang.

Berikan Jeda Antara Penggunaan Obat Herbal dan Obat Konservatif
Beberapa pasien memutuskan hanya mengkonsumsi obat herbal tanpa sama sekali meminum obat-obatan konservatif. Tapi ada juga tipe pasien yang meminum dua obat sekaligus untuk terapi pengobatannya. Mengkonsumsi obat dokter dan obat herbal secara bersamaan memang diperbolehkan. Namun, dengan catatan, harus diberi jarak waktu satu hingga dua jam untuk mengkonsumsi kedua obat.

Jangan sampai kedua obat diberikan sekaligus tanpa jeda sedikit pun. Fungsi kimia obat yang diresepkan dokter bisa jadi tidak efektif. Kondisi itu terjadi karena serat yang terdapat pada obat herbal mengikat zat kimia yang ada di obat-obatan medis. Jadi, mau yang mana dulu yang dikonsumsi, bebas, tapi wajib diberi jeda satu sampai dua jam. Masyarakat tidak boleh sembarangan mengkonsumsi obat herbal. Selain mengetahui indikasi, penderitanya, obat yang digunakan, dosis, cara pemberian dan efek samping obat, pasien hendaknya lebih jeli memilih obat herbal. Pilihlah yang sudah terbukti. Apalagi, saat ini marak sekali penjualan obat-obatan herbal yang terkesan membabi buta dan membodohi masyarakat. Perlu adanya kerja sama antara pasien dan dokter agar obat herbal yang dipilih bisa mendukung obat medis, sehingga mampu memberikan kesembuhan pada pasien tanpa khawatir timbulnya resiko efek samping obat.


0 komentar:

Posting Komentar