Obat herbal sudah banyak dikenal dan diketahui oleh masyarakat. Namun sayangnya, belum banyak yang tahu dengan benar bagaimana penggunaan obat herbal dengan benar agar obat herbal yang digunakan aman dan tak merugikan kesehatan nantinya. Pengobatan cara nenek moyang atau pengobatan tradisional menggunakan obat –obat herbal mulai kembali banyak digunakan diera modern sekarang ini. Masyarakat Indonesia patut bersyukur karena Indonesia memiliki potensi tinggi dalam bidang pengobatan herbal. Indonesia yang beriklim tropis merupakan negara dengan keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia setelah Brasil. Indonesia memiliki sekitar 25.000 hingga 30.000 spesies tanaman yang merupakan 80 persen dari jenis tanaman di dunia dan 90 persen dari jenis tanaman di Asia.
Obat herbal
Indonesia, yang dikenal sebagai JAMU, sejak berabad-abad telah digunakan secara
luas oleh bangsa Indonesia untuk memelihara kesehatan dan mengobati penyakit.
Di masa depan, pengembangan dan penggunaan obat herbal Indonesia mesti
didasarkan bukti-bukti ilmiah yang kuat, terutama melalui R&D dan
standarisasi, sehingga dapat diintegrasikan dalam sistem pelayanan kesehatan
nasional.
Di
Indonesia, penggunaan obat herbal untuk terapi kesehatan sudah banyak
dilakukan. Sebenarnya hal ini tak hanya dilakukan di Indonesia saja, namun juga
dibeberapa negara, bahkan negara maju termasuk Jepang dan Amerika Serikat.
Banyak dokter dan rumah sakit yang mendukung penggunaan obat herbal. Bahkan,
pemerintah mengatur penyelenggaraan pengobatan komplementer alternatif dalam
Keputusan Menteri Kesehatan No. 1109 tahun 2007.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan, definisi pengobatan komplementer tradisional – alternatif adalah pengobatan non konvensional yang ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan dan efektifitas yang tinggi berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik tapi belum diterima dalam kedokteran konvensional. Dalam penyelenggaraannya, harus sinergi dan terintegrasi dengan pelayanan pengobatan konvensional dengan tenaga pelaksananya dokter, dokter gigi, apoteker dan tenaga kesehatan lainnya yang memiliki pendidikan dalam bidang pengobatan komplementer tradisional – alternatif. Jenis pengobatan komplementer tradisional -alternatif yang dapat diselenggarakan secara sinergi dan terintegrasi harus ditetapkan oleh Menteri Kesehatan setelah melalui pengkajian.
Dewasa ini
penggunaan obat herbal cenderung terus meningkat, baik di negara sedang
berkembang maupun di negara-negara maju. Peningkatan penggunaan obat herbal ini
mempunyai dua dimensi penting yaitu aspek medik terkait dengan penggunaannya
yang sangat luas diseluruh dunia, dan aspek ekonomi terkait dengan nilai tambah
yang mempunyai makna pada perekonomian masyarakat. Obat Tradisional Cina/Traditional
Chines Medicine (TCM) memiliki akar sejarah yang jauh lebih tua
dibanding dengan obat entitas kimia (chemical entity) yang berasal dari
Barat. TCM telah lebih dari 3000 tahun menjadi bagian dari budaya Cina dan
telah puluhan abad menyebar luas dibawa oleh warga bangsa itu yang merantau
keseluruh penjuru dunia (Chinese Oversease). Dengan
meningkatnya globalisasi dan
kemajuan di bidang teknologi informasi dan komunikasi, maka penyebaran TCM
makin meluas keseluruh dunia dan terus meningkat dari tahun ke tahun.
Jenis Obat Herbal di Indonesia
Obat herbal
Indonesia pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu : (1) Jamu;
(2) Obat Herbal Terstandar; dan (3) Fitofarmaka. Jamu sebagai warisan budaya
bangsa perlu terus dikembangkan dan dilestarikan dengan fokus utama pada aspek
mutu dan keamanannya (safety). Khasiat jamu sebagai obat herbal selama
ini didasarkan pengalaman empirik yang telah berlangsung dalam kurun waktu yang
sangat lama.
Berdasarkan
berbagai hasil penelitian ilmiah yang telah dilakukan selama ini ternyata
sebagian besar jamu yang digunakan oleh masyarakat luas mengandung dua komponen
penting, yaitu imunomodulator dan anti oksidan. Dengan demikian
jamu bermanfaat untuk menjaga dan memelihara kesehatan, sehingga tidak mudah
sakit karena sistem imunitas tubuh terpelihara dan berfungsi dengan baik. Obat
herbal terstandar adalah obat yang simpliasianya telah dilakukan standarisasi
dan telah dilakukan uji pra klinik. Standarisasi simplisia merupakan upaya
menyeluruh dimulai dengan pemilihan lahan (unsur tanah) yang tepat untuk
tumbuhan obat tertentu, budidaya yang baik sampai pasca panen (good agriculture
practices). Setiap simplisia mengandung komponen yang kompleks. Untuk
standarisasi bagi setiap simplisia maka perlu ditetapkan zat penanda (finger
print) yang digunakan sebagai parameter. Fitofarmaka adalah adalah obat
herbal yang telah dilakukan uji klinik secara lengkap. Dengan uji klinik yang
lengkap dan mengikuti prinsip-prinsip uji klinik yang baik, maka fitofarmaka
dapat digunakan dalam pelayanan kesehatan formal karena memiliki evidence base
dan dukungan data ilmiah yang kuat.
Budi daya
tanaman obat Indonesia mempunyai 3 aspek strategis yaitu: (1) menjamin mutu
simplisia sesuai dengan standar; (2) mejaga kelestarian tanaman obat Indonesia;
dan (3) meningkatkan nilai tambah ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat luas.
Dengan budi daya yang baik, mulai dari pembibitan, penanaman sampai pemanenan
akan dapat dihasilkan simplisia dengan kualitas yang baik dan harga yang
kompetitif. Budi daya ini penting untuk diwujudkan karena pasokan simplisia
dari dalam negeri selama ini sebagian besar masih berasal dari tanaman liar
yang tentu suatu saat akan punah jika tidak didukung oleh usaha budi daya
tanaman obat. Langkah penting yang perlu dilakukan dalam kaitan dengan budi
daya ini adalah pemetaan tanaman obat unggulan Indonesia untuk mengetahui di
daerah mana tanaman obat tersebut tumbuh dan menghasilkan kandungan bahan aktif
yang optimal.
Penelitian, Pengembangan dan Mutu
Obat Herbal Indonesia
Penelitian
dan pengembangan obat herbal di Indonesia masih belum optimal terutama masih
lemahnya koordinasi dan jaringan R&D di Indonesia. Berbagai penelitian obat
herbal memang telah dilakukan di Indonesia oleh berbagai institusi, tetapi
tanpa koordinasi dan arah yang jelas. Sebagian besar penelitian masih bersifat
marjinal, belum komprehensif dan kurang memiliki kedalaman sehingga hasilnya
tidak optimal untuk diimplementasikan oleh usaha industri. Dalam konteks ini
Pemerintah harus memiliki visi yang jelas, komitmen yang kuat dan program yang
kongkret mengenai pengembangan obat herbal Indonesia. Langkah lebih lanjut
adalah membangun networking penelitian dan pengembangan obat herbal Indonesia
yang melibatkan lembaga penelitian universitas dan industri. Aliansi stratejik
ini perlu diperkuat dengan kerjasama yang saling menguntungkan. Di satu pihak
industri akan dapat memproduksi dan memasarkan produk-produk unggulan hasil
riset universitas, dilain pihak universitas memperoleh dana untuk memperkuat
riset unggulan yang bermanfaat bagi masyarakat luas sekaligus menghasilkan
nilai tambah ekonomi yang cukup besar.
Upaya untuk
menjamin mutu dan keamanan (safety) obat herbal harus dilakukan sejak
awal proses mulai dari pemilihan dan penggunaan simplisia, seluruh proses
produksi sampai produk-produk tersebut beredar di masyarakat. Produsen obat
herbal mempunyai tanggung jawab yang besar atas mutu dan kemanan produknya yang
dipasarkan kepada masyarakat luas. Untuk itu produsen harus mempunyai sistem
pengawasan internal yang dapat memantau dan mengawasi mutu dan keamanan
produknya sejak awal proses sampai produk tersebut ada di peredaran (post
marketing survilance). Bersamaan dengan itu Pemerintah harus melakukan
pengawasan yang sistematik yang mencakup pengawasan pre-market maupun post-market
untuk memastikan produk-produk herbal yang beredar di masyarakat aman dan
bermanfaat.
Cermati Penggunaan Obat Herbal
Obat herbal
yang dibuat dari tanaman obat juga memiliki kandungan zat-zat tertentu yang
dapat menimbulkan reaksi berbeda pada setiap orang yang mengkonsumsinya. Setiap
pasien wajib memperhatikan reaksi ini. Ilmuwan dari King’s College, Inggris,
menemukan fakta bahwa obat herbal memang memiliki manfaat. Namun hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa obat herbal memiliki efek samping yang dapat
mengancam ginjal dan menimbulkan kanker darah. Kalau ada yang bilang herbal
tidak punya efek samping, itu hanya akal akalan saja. Tetap ada (efek
sampingnya). Itulah mengapa penggunaan dan dosisnya juga harus tepat. Jika
diminum dengan takaran tidak tepat, efek samping bisa muncul. Organ yang jadi
korban biasanya lambung, hati, ginjal, dan saluran kencing. Bisa juga terjadi
reaksi alergi, fotosensitivitas, dan gangguan tidur. Sedangkan tepat indikasi
merujuk pada penggunaan obat yang memang sesuai dengan kondisi pasien. Karena
itulah diperlukan kepastian medis lewat berbagai tes untuk mengetahui penyakit
yang diderita pasien. Tidak bisa hanya mengira-ngira. Sementara itu, tepat
penderita mengacu pada usia pasien. Sebab, bisa jadi obat herbal untuk
anak-anak belum tentu cocok untuk orang dewasa. Begitu juga sebaliknya.
Terdapat
beberapa contoh obat herbal yang diduga mempunyai efek samping yang serius,
diantaranya tanaman feverfew, hawtorn, kava dan sebagainya. Tanaman Feverfew ( Tanacetum
parthenium ) mempunyai indikasi untuk mencegah migrain. Namun, efek samping
yang ditimbulkan oleh tanaman ini bisa menyebabkan Sindrown “post-fever”
setelah penguunaan dihentikan. Tanaman hawtorn ( Crataegus sp )
mempunyai indikasi untuk penyakit Congestive Heart Failure. Namun, efek
sampingnya bisa menyebabkan efek adiktif dengan glikosida cardiac lainnya.
Lalu, tanaman kava (Piper methysticum) mempunyai indikasi untuk
mengatasi kelelahan. Namun, efek samping yang ditimbulkan bisa menyebabkan
kerusakan pada hati.
Jadi, jangan
berpikir kalau obat herbal dari tanaman tidak mempunyai efek samping. Tetap
berwaspada terhadap obat herbal yang dikonsumsi, mengingat akan ada efek
samping yang ditimbulkan jika dikonsumsi terus menerus ataupun saat konsumsi
obat dihentikan. Bisa jadi, efek samping yang timbul memang bukan sekarang.
Berikan Jeda Antara Penggunaan Obat
Herbal dan Obat Konservatif
Beberapa
pasien memutuskan hanya mengkonsumsi obat herbal tanpa sama sekali meminum
obat-obatan konservatif. Tapi ada juga tipe pasien yang meminum dua obat
sekaligus untuk terapi pengobatannya. Mengkonsumsi obat dokter dan obat herbal
secara bersamaan memang diperbolehkan. Namun, dengan catatan, harus diberi
jarak waktu satu hingga dua jam untuk mengkonsumsi kedua obat.
Jangan
sampai kedua obat diberikan sekaligus tanpa jeda sedikit pun. Fungsi kimia obat
yang diresepkan dokter bisa jadi tidak efektif. Kondisi itu terjadi karena
serat yang terdapat pada obat herbal mengikat zat kimia yang ada di obat-obatan
medis. Jadi, mau yang mana dulu yang dikonsumsi, bebas, tapi wajib diberi jeda
satu sampai dua jam. Masyarakat tidak boleh sembarangan mengkonsumsi obat
herbal. Selain mengetahui indikasi, penderitanya, obat yang digunakan, dosis,
cara pemberian dan efek samping obat, pasien hendaknya lebih jeli memilih obat
herbal. Pilihlah yang sudah terbukti. Apalagi, saat ini marak sekali penjualan obat-obatan
herbal yang terkesan membabi buta dan membodohi masyarakat. Perlu adanya kerja
sama antara pasien dan dokter agar obat herbal yang dipilih bisa mendukung obat
medis, sehingga mampu memberikan kesembuhan pada pasien tanpa khawatir
timbulnya resiko efek samping obat.
0 komentar:
Posting Komentar