Selasa, 27 Januari 2015

27 Januari merupakan hari diperingatinya penyakit kusta sedunia. Tanggal ini ditetapkan oleh seorang pendiri Yayasan Kusta, Raoul Fallereau, seorang wartawan berkebangsaan Prancis. Selama 30 tahun, ia mengabdikan dirinya untuk memperjuangkan nasib penderita kusta. Ia berjuang untuk menghilangkan stigma sosial di masyarakat. Tujuan dari peringatan hari kusta sendiri adalah untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat dalam pemberantasan kusta.

Apa itu kusta?
Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni kushtha berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1874 sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen. Kusta atau lepra (leprosy) adalah penyakit menular yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya. Kusta terkenal sebagai penyakit yang sangat ditakuti karena dapat mengakibatkan cacat tubuh akibat kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak, dan mata.

Bagaimanakah ciri-cirinya?
Tanda-tanda penyakit kusta itu sangat banyak, tergantung dari jenis dan tipenya. Untuk orang awam, berikut ciri-ciri penyakit kusta yang mudah dikenali:
·         Adanya bercak tipis seperti panu pada badan/tubuh manusia
·         Pada bercak putih ini pertamanya hanya sedikit, tetapi lama-lama semakin melebar dan banyak.
·    Adanya pelebaran syaraf terutama pada saraf ulnaris, medianus, aulicularis magnus seryta peroneus. Kelenjar keringat kurang kerja sehingga kulit menjadi tipis dan mengkilat.
·         Adanya bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul) yang tersebar pada kulit
·         Alis rambut rontok
·         Muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut facies leomina (muka singa)
·       Terutama bagi kelainan kulit yang berupa perubahan warna seperti hipopigmentasi (warna kulit menjadi lebih terang), hiperpigmentasi (warna kulit menjadi lebih gelap), dan eritematosa (kemerahan pada kulit).

Diagnosis penyakit kusta bisa dilakukan dengan melihat tanda utama, antara lain:

1.  Bercak kulit yang mati rasa
Bercak hipopigmentasi (warna kulit menjadi lebih terang) atau eritematosa (kemerahan pada kulit), makula (mendatar) atau plak (meninggi). Mati rasa pada bercak bersifat total atau sebagian saja terhadap rasa raba, rasa suhu, dan rasa nyeri.

 Gambar 1. Bercak Eritematosa
Gambar 2. Bercak Hipopigmentasi

2. Penebalan saraf tepi
Dapat disertai rasa nyeri dan dapat juga disertai atau tanpa gangguan fungsi saraf yang terkena, yaitu :
  • Gangguan fungsi sensoris : mati rasa.
  • Gangguan fungsi motoris : kelumpuhan.
  • Gangguan fungsi otonom : kulit kering, retak, bengkak, pertumbuhan rambut yang terganggu.
3. Ditemukan kuman tahan asam
Sampel pemeriksaan adalah hapusan kulit cuping telinga dan lesi kulit pada bagian yang aktif. Kadang-kadang sampel diperoleh dari biopsi kulit atau saraf.

Bagaimanakah penularannya?
Pada umumnya penularan penyakit kusta dapat terjadi melalui:
  1. Sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung penderita yang sudah mengering, diluar masih dapat hidup 2–7 x 24 jam.
  2. Kontak kulit dengan kulit. Syarat-syaratnya adalah harus dibawah umur 15 tahun, keduanya harus ada lesi baik mikroskopis maupun makroskopis, dan adanya kontak yang lama dan berulang-ulang.
Jika dilihat dari usia, kebanyakan anak-anak mudah tertular penyakit ini karena sensitivitas mereka yang lebih tinggi dari orang dewasa. Laki-laki lebih banyak terjangkiti dilihat dari jenis kelamin para penderita kusta. Ras yang paling banyak menderita kusta adalah bangsa Asia dan Afrika. Faktor lingkungan yang kurang sehat serta kesadaran sosial masyarakat dapat menyebabkan penularan mudah terjadi.
Saat ini Indonesia masih menjadi penyumbang kasus baru kusta nomor 3 di dunia setelah India dan Brasil. Pada tahun 2010, Indonesia melaporkan 17.012 kasus baru dan 1.822 atau 10,71% di antaranya, ditemukan sudah dalam keadaan cacat tingkat 2 (cacat yang tampak). Selanjutnya, 1.904 kasus (11,2%)  adalah anak-anak. Keadaan ini menunjukkan, penularan penyakit kusta masih ada di masyarakat dan keterlambatan penemuan kasus masih terjadi.

Bagaimana penatalaksanaan kusta?
Hingga saat ini belum ada vaksinasi untuk penyakit kusta. Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa kuman kusta yang masih utuh bentuknya, lebih besar kemungkinan untuk menyebabkan penularan dibandingkan dengan kuman yang tidak utuh. Jadi pengobatan penyakit kusta sangatlah penting untuk mencegah terjadinya penularan. Pengobatan sendiri tentunya bertujuan untuk menyembuhkan penderita kusta dan mencegah timbulnya cacat. Selain itu pengobatan juga berfungsi untuk memutuskan mata rantai penularan. Kuman akan dimatikan sehingga tidak merusak jaringan tubuh dan tanda-tanda penyakit menjadi berkurang dan akhirnya hilang. Pengobatan kusta di Indonesia disesuaikan dengan rekomendasi WHO yaitu program Multi Drug Therapy (MDT) yang terdiri dari Rifampisin, Klofazimin (Lamprene) dan DDS (Dapson/4,4-diamino-difenil-sulfon) yang telah diterapkan sejak tahun 1981. Program MDT ini bertujuan untuk mengatasi resistensi dapson yang semakin meningkat, mengurangi ketidak-taatan pasien, menurunkan angka putus obat, mengefektifkan waktu pengobatan dan mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan.

Tabel 1. Obat dan dosis regimen MDT-PB
Obat & Dosis MDT – Kusta PB
Dewasa
Anak
BB < 35 kg
BB > 35 kg
10-14 thn
Rifampisin(diawasi petugas)
450 mg/bln
600 mg/bln
450 mg/bln(12-15 mg/kgBB/bln)
Dapson(Swakelola)
50mg/hr(1-2 mg/kgBB/hr)
100 mg/hr
50 mg/hr(1-2 mg/kgBB/hr)

Pengobatan MDT untuk kusta tipe PB dilakukan dalam 6 dosis minimal yang diselesaikan dalam 6-9 bulan dan setelah selesai minum 6 dosis maka dinyatakan RFT (Released From Treatment = berhenti minum obat kusta) meskipun secara klinis lesinya masih aktif. Menurut WHO tidak lagi dinyatakan RFT tetapi menggunakan istilah Completion of Treatment Cure dan pasien tidak lagi dalam pengawasan.

Tabel 2. Obat dan dosis regimen MDT-MB
Obat & Dosis MDT – Kusta MB
Dewasa
Anak
BB < 35 kg
BB > 35 kg
10-14 thn
Rifampisin(diawasi petugas)
450 mg/bln
600 mg/bln
450 mg/bln(12-15 mg/kgBB/bln)
Klofazimin
300 mg/bln (diawasi petugas)dan dilanjutkan esok
50 mg/hr (swakelola)200 mg/bln (diawasi)dan dilanjutkan esok
50 mg/hr (swakelola)Dapson(Swakelola)50 mg/hr(1-2 mg/kgBB/hr)100 mg/hr50 mg/hr(1-2 mg/kgBB/hr)

Pengobatan MDT untuk Kusta tipe MB dilakukan dalam 24 dosis yang diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan. Setelah selesai minum 24 dosis maka dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan pemeriksaan bakteri BTA positif. Menurut WHO pengobatan MB diberikan untuk 12 dosis yang diselesaikan dalam 12-18 bulan dan pasien langsung dinyatakan RFT.

Penyakit kusta merupakan salah satu permasalahan yang harus diatasi dari sekian banyaknya masalah lain seperti meningkatnya penyakit lain serta munculnya penyakit baru. Adanya pengobatan untuk penyakit kusta tidak serta merta membuat pemerintah lepas tangan akan hal ini. Perlu adanya peran petugas kesehatan untuk memberikan penyuluhan kepada masyarakat agar kenali, sadari dan waspadai penyakit kusta dan penderita kusta untuk berobat secara teratur sehingga rantai penularan penyakit kusta dapat putus. Meskipun penyakit ini dapat disembuhkan, dari dulu stigma selalu mengakar bagi para penderita kusta sehingga mereka mengalami diskriminasi secara sosial. Mereka sangat sulit mengenyam pendidikan, mendapatkan pekerjaan, atau bahkan menikmati fasilitas publik hanya karena sedang atau pernah menderita penyakit kusta. Stop stigma dan diskriminasi! Mereka perlu motivasi dan semangat untuk memerangi penyakit ini. Mereka juga berhak untuk mendapat tempat yang layak di tengah-tengah masyarakat. Melalui peringatan hari kusta sedunia ini, mari kita saling berbagi informasi akan penyakit kusta sehingga kita bisa bersama memerangi penyakit ini, mewujudkan Indonesia sehat, Indonesia bebas kusta!


2 komentar: