Selasa, 27 Januari 2015

27 Januari merupakan hari diperingatinya penyakit kusta sedunia. Tanggal ini ditetapkan oleh seorang pendiri Yayasan Kusta, Raoul Fallereau, seorang wartawan berkebangsaan Prancis. Selama 30 tahun, ia mengabdikan dirinya untuk memperjuangkan nasib penderita kusta. Ia berjuang untuk menghilangkan stigma sosial di masyarakat. Tujuan dari peringatan hari kusta sendiri adalah untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat dalam pemberantasan kusta.

Apa itu kusta?
Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni kushtha berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1874 sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen. Kusta atau lepra (leprosy) adalah penyakit menular yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya. Kusta terkenal sebagai penyakit yang sangat ditakuti karena dapat mengakibatkan cacat tubuh akibat kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak, dan mata.

Bagaimanakah ciri-cirinya?
Tanda-tanda penyakit kusta itu sangat banyak, tergantung dari jenis dan tipenya. Untuk orang awam, berikut ciri-ciri penyakit kusta yang mudah dikenali:
·         Adanya bercak tipis seperti panu pada badan/tubuh manusia
·         Pada bercak putih ini pertamanya hanya sedikit, tetapi lama-lama semakin melebar dan banyak.
·    Adanya pelebaran syaraf terutama pada saraf ulnaris, medianus, aulicularis magnus seryta peroneus. Kelenjar keringat kurang kerja sehingga kulit menjadi tipis dan mengkilat.
·         Adanya bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul) yang tersebar pada kulit
·         Alis rambut rontok
·         Muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut facies leomina (muka singa)
·       Terutama bagi kelainan kulit yang berupa perubahan warna seperti hipopigmentasi (warna kulit menjadi lebih terang), hiperpigmentasi (warna kulit menjadi lebih gelap), dan eritematosa (kemerahan pada kulit).

Diagnosis penyakit kusta bisa dilakukan dengan melihat tanda utama, antara lain:

1.  Bercak kulit yang mati rasa
Bercak hipopigmentasi (warna kulit menjadi lebih terang) atau eritematosa (kemerahan pada kulit), makula (mendatar) atau plak (meninggi). Mati rasa pada bercak bersifat total atau sebagian saja terhadap rasa raba, rasa suhu, dan rasa nyeri.

 Gambar 1. Bercak Eritematosa
Gambar 2. Bercak Hipopigmentasi

2. Penebalan saraf tepi
Dapat disertai rasa nyeri dan dapat juga disertai atau tanpa gangguan fungsi saraf yang terkena, yaitu :
  • Gangguan fungsi sensoris : mati rasa.
  • Gangguan fungsi motoris : kelumpuhan.
  • Gangguan fungsi otonom : kulit kering, retak, bengkak, pertumbuhan rambut yang terganggu.
3. Ditemukan kuman tahan asam
Sampel pemeriksaan adalah hapusan kulit cuping telinga dan lesi kulit pada bagian yang aktif. Kadang-kadang sampel diperoleh dari biopsi kulit atau saraf.

Bagaimanakah penularannya?
Pada umumnya penularan penyakit kusta dapat terjadi melalui:
  1. Sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung penderita yang sudah mengering, diluar masih dapat hidup 2–7 x 24 jam.
  2. Kontak kulit dengan kulit. Syarat-syaratnya adalah harus dibawah umur 15 tahun, keduanya harus ada lesi baik mikroskopis maupun makroskopis, dan adanya kontak yang lama dan berulang-ulang.
Jika dilihat dari usia, kebanyakan anak-anak mudah tertular penyakit ini karena sensitivitas mereka yang lebih tinggi dari orang dewasa. Laki-laki lebih banyak terjangkiti dilihat dari jenis kelamin para penderita kusta. Ras yang paling banyak menderita kusta adalah bangsa Asia dan Afrika. Faktor lingkungan yang kurang sehat serta kesadaran sosial masyarakat dapat menyebabkan penularan mudah terjadi.
Saat ini Indonesia masih menjadi penyumbang kasus baru kusta nomor 3 di dunia setelah India dan Brasil. Pada tahun 2010, Indonesia melaporkan 17.012 kasus baru dan 1.822 atau 10,71% di antaranya, ditemukan sudah dalam keadaan cacat tingkat 2 (cacat yang tampak). Selanjutnya, 1.904 kasus (11,2%)  adalah anak-anak. Keadaan ini menunjukkan, penularan penyakit kusta masih ada di masyarakat dan keterlambatan penemuan kasus masih terjadi.

Bagaimana penatalaksanaan kusta?
Hingga saat ini belum ada vaksinasi untuk penyakit kusta. Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa kuman kusta yang masih utuh bentuknya, lebih besar kemungkinan untuk menyebabkan penularan dibandingkan dengan kuman yang tidak utuh. Jadi pengobatan penyakit kusta sangatlah penting untuk mencegah terjadinya penularan. Pengobatan sendiri tentunya bertujuan untuk menyembuhkan penderita kusta dan mencegah timbulnya cacat. Selain itu pengobatan juga berfungsi untuk memutuskan mata rantai penularan. Kuman akan dimatikan sehingga tidak merusak jaringan tubuh dan tanda-tanda penyakit menjadi berkurang dan akhirnya hilang. Pengobatan kusta di Indonesia disesuaikan dengan rekomendasi WHO yaitu program Multi Drug Therapy (MDT) yang terdiri dari Rifampisin, Klofazimin (Lamprene) dan DDS (Dapson/4,4-diamino-difenil-sulfon) yang telah diterapkan sejak tahun 1981. Program MDT ini bertujuan untuk mengatasi resistensi dapson yang semakin meningkat, mengurangi ketidak-taatan pasien, menurunkan angka putus obat, mengefektifkan waktu pengobatan dan mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan.

Tabel 1. Obat dan dosis regimen MDT-PB
Obat & Dosis MDT – Kusta PB
Dewasa
Anak
BB < 35 kg
BB > 35 kg
10-14 thn
Rifampisin(diawasi petugas)
450 mg/bln
600 mg/bln
450 mg/bln(12-15 mg/kgBB/bln)
Dapson(Swakelola)
50mg/hr(1-2 mg/kgBB/hr)
100 mg/hr
50 mg/hr(1-2 mg/kgBB/hr)

Pengobatan MDT untuk kusta tipe PB dilakukan dalam 6 dosis minimal yang diselesaikan dalam 6-9 bulan dan setelah selesai minum 6 dosis maka dinyatakan RFT (Released From Treatment = berhenti minum obat kusta) meskipun secara klinis lesinya masih aktif. Menurut WHO tidak lagi dinyatakan RFT tetapi menggunakan istilah Completion of Treatment Cure dan pasien tidak lagi dalam pengawasan.

Tabel 2. Obat dan dosis regimen MDT-MB
Obat & Dosis MDT – Kusta MB
Dewasa
Anak
BB < 35 kg
BB > 35 kg
10-14 thn
Rifampisin(diawasi petugas)
450 mg/bln
600 mg/bln
450 mg/bln(12-15 mg/kgBB/bln)
Klofazimin
300 mg/bln (diawasi petugas)dan dilanjutkan esok
50 mg/hr (swakelola)200 mg/bln (diawasi)dan dilanjutkan esok
50 mg/hr (swakelola)Dapson(Swakelola)50 mg/hr(1-2 mg/kgBB/hr)100 mg/hr50 mg/hr(1-2 mg/kgBB/hr)

Pengobatan MDT untuk Kusta tipe MB dilakukan dalam 24 dosis yang diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan. Setelah selesai minum 24 dosis maka dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan pemeriksaan bakteri BTA positif. Menurut WHO pengobatan MB diberikan untuk 12 dosis yang diselesaikan dalam 12-18 bulan dan pasien langsung dinyatakan RFT.

Penyakit kusta merupakan salah satu permasalahan yang harus diatasi dari sekian banyaknya masalah lain seperti meningkatnya penyakit lain serta munculnya penyakit baru. Adanya pengobatan untuk penyakit kusta tidak serta merta membuat pemerintah lepas tangan akan hal ini. Perlu adanya peran petugas kesehatan untuk memberikan penyuluhan kepada masyarakat agar kenali, sadari dan waspadai penyakit kusta dan penderita kusta untuk berobat secara teratur sehingga rantai penularan penyakit kusta dapat putus. Meskipun penyakit ini dapat disembuhkan, dari dulu stigma selalu mengakar bagi para penderita kusta sehingga mereka mengalami diskriminasi secara sosial. Mereka sangat sulit mengenyam pendidikan, mendapatkan pekerjaan, atau bahkan menikmati fasilitas publik hanya karena sedang atau pernah menderita penyakit kusta. Stop stigma dan diskriminasi! Mereka perlu motivasi dan semangat untuk memerangi penyakit ini. Mereka juga berhak untuk mendapat tempat yang layak di tengah-tengah masyarakat. Melalui peringatan hari kusta sedunia ini, mari kita saling berbagi informasi akan penyakit kusta sehingga kita bisa bersama memerangi penyakit ini, mewujudkan Indonesia sehat, Indonesia bebas kusta!


Selasa, 20 Januari 2015


Obat herbal sudah banyak dikenal dan diketahui oleh masyarakat. Namun sayangnya, belum banyak yang tahu dengan benar bagaimana penggunaan obat herbal dengan benar agar obat herbal yang digunakan aman dan tak merugikan kesehatan nantinya. Pengobatan cara nenek moyang atau pengobatan tradisional menggunakan obat –obat herbal mulai kembali banyak digunakan diera modern sekarang ini. Masyarakat Indonesia patut bersyukur karena Indonesia memiliki potensi tinggi dalam bidang pengobatan herbal. Indonesia yang beriklim tropis merupakan negara dengan keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia setelah Brasil. Indonesia memiliki sekitar 25.000 hingga 30.000 spesies tanaman yang merupakan 80 persen dari jenis tanaman di dunia dan 90 persen dari jenis tanaman di Asia.


Obat herbal Indonesia, yang dikenal sebagai JAMU, sejak berabad-abad telah digunakan secara luas oleh bangsa Indonesia untuk memelihara kesehatan dan mengobati penyakit. Di masa depan, pengembangan dan penggunaan obat herbal Indonesia mesti didasarkan bukti-bukti ilmiah yang kuat, terutama melalui R&D dan standarisasi, sehingga dapat diintegrasikan dalam sistem pelayanan kesehatan nasional.

Di Indonesia, penggunaan obat herbal untuk terapi kesehatan sudah banyak dilakukan. Sebenarnya hal ini tak hanya dilakukan di Indonesia saja, namun juga dibeberapa negara, bahkan negara maju termasuk Jepang dan Amerika Serikat. Banyak dokter dan rumah sakit yang mendukung penggunaan obat herbal. Bahkan, pemerintah mengatur penyelenggaraan pengobatan komplementer alternatif dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 1109 tahun 2007.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan, definisi pengobatan komplementer tradisional – alternatif adalah pengobatan non konvensional yang ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan dan efektifitas yang tinggi berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik tapi belum diterima dalam kedokteran konvensional. Dalam penyelenggaraannya, harus sinergi dan terintegrasi dengan pelayanan pengobatan konvensional dengan tenaga pelaksananya dokter, dokter gigi, apoteker dan tenaga kesehatan lainnya yang memiliki pendidikan dalam bidang pengobatan komplementer tradisional – alternatif. Jenis pengobatan komplementer tradisional -alternatif yang dapat diselenggarakan secara sinergi dan terintegrasi harus ditetapkan oleh Menteri Kesehatan setelah melalui pengkajian.

Dewasa ini penggunaan obat herbal cenderung terus meningkat, baik di negara sedang berkembang maupun di negara-negara maju. Peningkatan penggunaan obat herbal ini mempunyai dua dimensi penting yaitu aspek medik terkait dengan penggunaannya yang sangat luas diseluruh dunia, dan aspek ekonomi terkait dengan nilai tambah yang mempunyai makna pada perekonomian masyarakat. Obat Tradisional Cina/Traditional Chines Medicine (TCM) memiliki akar sejarah yang jauh lebih tua dibanding dengan obat entitas kimia (chemical entity) yang berasal dari Barat. TCM telah lebih dari 3000 tahun menjadi bagian dari budaya Cina dan telah puluhan abad menyebar luas dibawa oleh warga bangsa itu yang merantau keseluruh penjuru dunia (Chinese Oversease). Dengan
meningkatnya globalisasi dan kemajuan di bidang teknologi informasi dan komunikasi, maka penyebaran TCM makin meluas keseluruh dunia dan terus meningkat dari tahun ke tahun.

Jenis Obat Herbal di Indonesia
 Obat herbal Indonesia pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu : (1) Jamu; (2) Obat Herbal Terstandar; dan (3) Fitofarmaka. Jamu sebagai warisan budaya bangsa perlu terus dikembangkan dan dilestarikan dengan fokus utama pada aspek mutu dan keamanannya (safety). Khasiat jamu sebagai obat herbal selama ini didasarkan pengalaman empirik yang telah berlangsung dalam kurun waktu yang sangat lama.

Berdasarkan berbagai hasil penelitian ilmiah yang telah dilakukan selama ini ternyata sebagian besar jamu yang digunakan oleh masyarakat luas mengandung dua komponen penting, yaitu imunomodulator dan anti oksidan. Dengan demikian jamu bermanfaat untuk menjaga dan memelihara kesehatan, sehingga tidak mudah sakit karena sistem imunitas tubuh terpelihara dan berfungsi dengan baik. Obat herbal terstandar adalah obat yang simpliasianya telah dilakukan standarisasi dan telah dilakukan uji pra klinik. Standarisasi simplisia merupakan upaya menyeluruh dimulai dengan pemilihan lahan (unsur tanah) yang tepat untuk tumbuhan obat tertentu, budidaya yang baik sampai pasca panen (good agriculture practices). Setiap simplisia mengandung komponen yang kompleks. Untuk standarisasi bagi setiap simplisia maka perlu ditetapkan zat penanda (finger print) yang digunakan sebagai parameter. Fitofarmaka adalah adalah obat herbal yang telah dilakukan uji klinik secara lengkap. Dengan uji klinik yang lengkap dan mengikuti prinsip-prinsip uji klinik yang baik, maka fitofarmaka dapat digunakan dalam pelayanan kesehatan formal karena memiliki evidence base dan dukungan data ilmiah yang kuat.

 Budi daya tanaman obat Indonesia mempunyai 3 aspek strategis yaitu: (1) menjamin mutu simplisia sesuai dengan standar; (2) mejaga kelestarian tanaman obat Indonesia; dan (3) meningkatkan nilai tambah ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat luas. Dengan budi daya yang baik, mulai dari pembibitan, penanaman sampai pemanenan akan dapat dihasilkan simplisia dengan kualitas yang baik dan harga yang kompetitif. Budi daya ini penting untuk diwujudkan karena pasokan simplisia dari dalam negeri selama ini sebagian besar masih berasal dari tanaman liar yang tentu suatu saat akan punah jika tidak didukung oleh usaha budi daya tanaman obat. Langkah penting yang perlu dilakukan dalam kaitan dengan budi daya ini adalah pemetaan tanaman obat unggulan Indonesia untuk mengetahui di daerah mana tanaman obat tersebut tumbuh dan menghasilkan kandungan bahan aktif yang optimal.

Penelitian, Pengembangan dan Mutu Obat Herbal Indonesia
Penelitian dan pengembangan obat herbal di Indonesia masih belum optimal terutama masih lemahnya koordinasi dan jaringan R&D di Indonesia. Berbagai penelitian obat herbal memang telah dilakukan di Indonesia oleh berbagai institusi, tetapi tanpa koordinasi dan arah yang jelas. Sebagian besar penelitian masih bersifat marjinal, belum komprehensif dan kurang memiliki kedalaman sehingga hasilnya tidak optimal untuk diimplementasikan oleh usaha industri. Dalam konteks ini Pemerintah harus memiliki visi yang jelas, komitmen yang kuat dan program yang kongkret mengenai pengembangan obat herbal Indonesia. Langkah lebih lanjut adalah membangun networking penelitian dan pengembangan obat herbal Indonesia yang melibatkan lembaga penelitian universitas dan industri. Aliansi stratejik ini perlu diperkuat dengan kerjasama yang saling menguntungkan. Di satu pihak industri akan dapat memproduksi dan memasarkan produk-produk unggulan hasil riset universitas, dilain pihak universitas memperoleh dana untuk memperkuat riset unggulan yang bermanfaat bagi masyarakat luas sekaligus menghasilkan nilai tambah ekonomi yang cukup besar.

Upaya untuk menjamin mutu dan keamanan (safety) obat herbal harus dilakukan sejak awal proses mulai dari pemilihan dan penggunaan simplisia, seluruh proses produksi sampai produk-produk tersebut beredar di masyarakat. Produsen obat herbal mempunyai tanggung jawab yang besar atas mutu dan kemanan produknya yang dipasarkan kepada masyarakat luas. Untuk itu produsen harus mempunyai sistem pengawasan internal yang dapat memantau dan mengawasi mutu dan keamanan produknya sejak awal proses sampai produk tersebut ada di peredaran (post marketing survilance). Bersamaan dengan itu Pemerintah harus melakukan pengawasan yang sistematik yang mencakup pengawasan pre-market maupun post-market untuk memastikan produk-produk herbal yang beredar di masyarakat aman dan bermanfaat.

Cermati Penggunaan Obat Herbal
Obat herbal yang dibuat dari tanaman obat juga memiliki kandungan zat-zat tertentu yang dapat menimbulkan reaksi berbeda pada setiap orang yang mengkonsumsinya. Setiap pasien wajib memperhatikan reaksi ini. Ilmuwan dari King’s College, Inggris, menemukan fakta bahwa obat herbal memang memiliki manfaat. Namun hasil penelitiannya menunjukkan bahwa obat herbal memiliki efek samping yang dapat mengancam ginjal dan menimbulkan kanker darah. Kalau ada yang bilang herbal tidak punya efek samping, itu hanya akal akalan saja. Tetap ada (efek sampingnya). Itulah mengapa penggunaan dan dosisnya juga harus tepat. Jika diminum dengan takaran tidak tepat, efek samping bisa muncul. Organ yang jadi korban biasanya lambung, hati, ginjal, dan saluran kencing. Bisa juga terjadi reaksi alergi, fotosensitivitas, dan gangguan tidur. Sedangkan tepat indikasi merujuk pada penggunaan obat yang memang sesuai dengan kondisi pasien. Karena itulah diperlukan kepastian medis lewat berbagai tes untuk mengetahui penyakit yang diderita pasien. Tidak bisa hanya mengira-ngira. Sementara itu, tepat penderita mengacu pada usia pasien. Sebab, bisa jadi obat herbal untuk anak-anak belum tentu cocok untuk orang dewasa. Begitu juga sebaliknya.

Terdapat beberapa contoh obat herbal yang diduga mempunyai efek samping yang serius, diantaranya tanaman feverfew, hawtorn, kava dan sebagainya. Tanaman Feverfew ( Tanacetum parthenium ) mempunyai indikasi untuk mencegah migrain. Namun, efek samping yang ditimbulkan oleh tanaman ini bisa menyebabkan Sindrown “post-fever” setelah penguunaan dihentikan. Tanaman hawtorn ( Crataegus sp ) mempunyai indikasi untuk penyakit Congestive Heart Failure. Namun, efek sampingnya bisa menyebabkan efek adiktif dengan glikosida cardiac lainnya. Lalu, tanaman kava (Piper methysticum) mempunyai indikasi untuk mengatasi kelelahan. Namun, efek samping yang ditimbulkan bisa menyebabkan kerusakan pada hati.

Jadi, jangan berpikir kalau obat herbal dari tanaman tidak mempunyai efek samping. Tetap berwaspada terhadap obat herbal yang dikonsumsi, mengingat akan ada efek samping yang ditimbulkan jika dikonsumsi terus menerus ataupun saat konsumsi obat dihentikan. Bisa jadi, efek samping yang timbul memang bukan sekarang.

Berikan Jeda Antara Penggunaan Obat Herbal dan Obat Konservatif
Beberapa pasien memutuskan hanya mengkonsumsi obat herbal tanpa sama sekali meminum obat-obatan konservatif. Tapi ada juga tipe pasien yang meminum dua obat sekaligus untuk terapi pengobatannya. Mengkonsumsi obat dokter dan obat herbal secara bersamaan memang diperbolehkan. Namun, dengan catatan, harus diberi jarak waktu satu hingga dua jam untuk mengkonsumsi kedua obat.

Jangan sampai kedua obat diberikan sekaligus tanpa jeda sedikit pun. Fungsi kimia obat yang diresepkan dokter bisa jadi tidak efektif. Kondisi itu terjadi karena serat yang terdapat pada obat herbal mengikat zat kimia yang ada di obat-obatan medis. Jadi, mau yang mana dulu yang dikonsumsi, bebas, tapi wajib diberi jeda satu sampai dua jam. Masyarakat tidak boleh sembarangan mengkonsumsi obat herbal. Selain mengetahui indikasi, penderitanya, obat yang digunakan, dosis, cara pemberian dan efek samping obat, pasien hendaknya lebih jeli memilih obat herbal. Pilihlah yang sudah terbukti. Apalagi, saat ini marak sekali penjualan obat-obatan herbal yang terkesan membabi buta dan membodohi masyarakat. Perlu adanya kerja sama antara pasien dan dokter agar obat herbal yang dipilih bisa mendukung obat medis, sehingga mampu memberikan kesembuhan pada pasien tanpa khawatir timbulnya resiko efek samping obat.


Senin, 19 Januari 2015

Tanggal Pelaksanaan : Jum’at-Minggu, 27-29 Maret 2015

Ketua  : M. Nuryadin
Sekretaris        : Nurlaila Qodriah
Bendahara       : Titis Utami

PJ Struktur      :
·         M. Herpi Akbar
·         Dero Prima
·         Gita Zamandora
PJ Asrama       : Adani Adilarayani
PJ Outbond     : Randi Nopyasin Arganata

Koor Acara     : Anggia Peramahani
Anggota          : - Elan Aptrio
-          Tirah Mawaddah
-          Febrianti Mawarni
-          FahmiHaryati
-          Rae Resta
-          Disa Akmariana
-          Abu Malik
-          Iin Soleha
-          Eka Windi
-          EndangPutria S
-          Try S
-          Dian Purnamasari
-          Vephie Yenti
-          Silvia
-          M. Randa

Koor Humas    : Oon Fatihana
Anggota          : - Ranna Churia
-          Yovie
-          Adel
-          Alhikma Tiara
-          Arini
-          Ulum
-          Asfa
-          Sonia
-          Wenna
-          Fildya
-          Putri Chandrika
-          Octia C

Koor Konsumsi : Efri Pabella Putri
Anggota                      : - Fitria Rosari
-          Mutia Hasanah
-          Widya
-          Yuni
-          Indah
-          Novi
-          Fio
-          Mesri
-          Deli
-          Indri
-          Fabiola Palasintia P
-          Dyah

Koor Perlengkapan     : Thio Hasbullah
Anggota                      : - Irvan Osaka
-          A. Faiz T
-          Tio K
-          Rezky
-          Mulla Ali Qori
-          Indra Wijaya
-          Ahmad Ridho
-          Muhammad Ridwan
-          Fransiscus
-          M. Fithri
-          Marie
-          Sabrina
-          Diva

Koor Transportasi       : Imam Aji Yansyaputra
Anggota                      : - Rahmat
-          Adnan

Koor Dokumentasi      : Intan Sri Mustika
Anggota                      : - Nia S Wijaya
-          Winda
-          Agus
-          Putri Damayanti
-          Raden Ajeng
-          Putri A
-          Randi Hermawan
-          Fera Permatasari
-          Hendro
-          Tiara Destiana

Koor Kesehatan          : Reafy Anjani
Anggota                      : - Eka Novianti
-          Eka Anugrah
-          Masayu
-          Rini
-          Rosmiati
-          Veni
-          Riza

Cp Proposal     :
·         Anggia Peramahani (082374426661)
·         M. Nuryadin (085664628963)

LO untuk Komsat wilayah II :
1.      Stifi BP Palembang : Adel (085813863463)
2.      Stifa Riau : Nurul Baiti (08993377086)
3.      Stikes HI : Silvia (082176631805)
4.      Stifi YP : Fera Permatasari (087896494410)
5.      Stifarm Padang : Erin Shabrina (089676544395)
6.      Unand : Ranna Churia (085769077529)
7.      UKB : Anton (082163692128)

Biaya : Rp 275.000,- per delegasi