27 Januari merupakan hari diperingatinya penyakit kusta sedunia. Tanggal
ini ditetapkan oleh seorang pendiri Yayasan Kusta, Raoul Fallereau, seorang
wartawan berkebangsaan Prancis. Selama 30 tahun, ia mengabdikan dirinya untuk
memperjuangkan nasib penderita kusta. Ia berjuang untuk menghilangkan stigma
sosial di masyarakat. Tujuan dari peringatan hari kusta sendiri adalah untuk
meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat dalam pemberantasan kusta.
Apa itu kusta?
Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni kushtha
berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus
Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard Armauwer
Hansen pada tahun 1874 sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen. Kusta atau lepra (leprosy) adalah penyakit menular yang menahun dan
disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang
saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya. Kusta terkenal sebagai penyakit
yang sangat ditakuti karena dapat mengakibatkan cacat tubuh akibat kerusakan
pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak, dan mata.
Bagaimanakah ciri-cirinya?
Tanda-tanda penyakit kusta itu sangat banyak, tergantung dari jenis
dan tipenya. Untuk orang awam, berikut ciri-ciri penyakit kusta yang mudah
dikenali:
·
Adanya bercak tipis seperti
panu pada badan/tubuh manusia
·
Pada bercak putih ini
pertamanya hanya sedikit, tetapi lama-lama semakin melebar dan banyak.
· Adanya pelebaran syaraf
terutama pada saraf ulnaris, medianus, aulicularis magnus seryta peroneus.
Kelenjar keringat kurang kerja sehingga kulit menjadi tipis dan mengkilat.
·
Adanya bintil-bintil kemerahan
(leproma, nodul) yang tersebar pada kulit
·
Alis rambut rontok
·
Muka berbenjol-benjol dan
tegang yang disebut facies leomina
(muka singa)
· Terutama
bagi kelainan kulit yang berupa perubahan warna seperti hipopigmentasi (warna
kulit menjadi lebih terang), hiperpigmentasi (warna kulit menjadi lebih gelap),
dan eritematosa (kemerahan pada kulit).
Diagnosis
penyakit kusta bisa dilakukan dengan melihat tanda utama, antara lain:
1. Bercak kulit yang mati rasa
Bercak hipopigmentasi (warna kulit menjadi lebih terang) atau eritematosa (kemerahan pada kulit), makula (mendatar) atau plak
(meninggi). Mati rasa pada bercak bersifat total atau sebagian saja terhadap
rasa raba, rasa suhu, dan rasa nyeri.
Gambar 1. Bercak Eritematosa
Gambar 2. Bercak Hipopigmentasi
2. Penebalan saraf tepi
Dapat disertai rasa nyeri dan dapat juga disertai atau tanpa gangguan
fungsi saraf yang terkena, yaitu :
- Gangguan
fungsi sensoris : mati rasa.
- Gangguan
fungsi motoris : kelumpuhan.
- Gangguan
fungsi otonom : kulit kering, retak, bengkak, pertumbuhan rambut yang
terganggu.
3. Ditemukan kuman tahan asam
Sampel pemeriksaan adalah hapusan kulit cuping telinga dan lesi kulit
pada bagian yang aktif. Kadang-kadang sampel diperoleh dari biopsi kulit atau
saraf.
Bagaimanakah penularannya?
Pada umumnya penularan
penyakit kusta dapat terjadi melalui:
- Sekret hidung, basil yang berasal dari sekret
hidung penderita yang sudah mengering, diluar masih dapat hidup 2–7 x 24
jam.
- Kontak kulit dengan kulit. Syarat-syaratnya
adalah harus dibawah umur 15 tahun, keduanya harus ada lesi baik mikroskopis
maupun makroskopis, dan adanya kontak yang lama dan berulang-ulang.
Jika dilihat dari usia,
kebanyakan anak-anak mudah tertular penyakit ini karena sensitivitas mereka
yang lebih tinggi dari orang dewasa. Laki-laki lebih banyak terjangkiti dilihat
dari jenis kelamin para penderita kusta. Ras yang paling banyak menderita kusta
adalah bangsa Asia dan Afrika. Faktor lingkungan yang kurang sehat serta
kesadaran sosial masyarakat dapat menyebabkan penularan mudah terjadi.
Saat ini
Indonesia masih menjadi penyumbang kasus baru kusta nomor 3 di dunia setelah
India dan Brasil. Pada tahun 2010, Indonesia melaporkan 17.012 kasus baru dan
1.822 atau 10,71% di antaranya, ditemukan sudah dalam keadaan cacat tingkat 2
(cacat yang tampak). Selanjutnya, 1.904 kasus (11,2%) adalah anak-anak.
Keadaan ini menunjukkan, penularan penyakit kusta masih ada di masyarakat dan
keterlambatan penemuan kasus masih terjadi.
Bagaimana penatalaksanaan kusta?
Hingga saat ini belum ada
vaksinasi untuk penyakit kusta. Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa kuman
kusta yang masih utuh bentuknya, lebih besar kemungkinan untuk menyebabkan
penularan dibandingkan dengan kuman yang tidak utuh. Jadi pengobatan penyakit
kusta sangatlah penting untuk mencegah terjadinya penularan. Pengobatan sendiri
tentunya bertujuan untuk menyembuhkan penderita kusta dan mencegah timbulnya
cacat. Selain itu pengobatan juga berfungsi untuk memutuskan mata rantai
penularan. Kuman akan dimatikan sehingga tidak merusak jaringan tubuh dan
tanda-tanda penyakit menjadi berkurang dan akhirnya hilang. Pengobatan kusta di
Indonesia disesuaikan dengan rekomendasi WHO yaitu program Multi Drug Therapy (MDT) yang terdiri dari Rifampisin, Klofazimin
(Lamprene) dan DDS (Dapson/4,4-diamino-difenil-sulfon) yang telah diterapkan
sejak tahun 1981. Program MDT ini
bertujuan untuk mengatasi resistensi dapson yang semakin meningkat, mengurangi
ketidak-taatan pasien, menurunkan angka putus obat, mengefektifkan waktu
pengobatan dan mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan.
Tabel 1. Obat dan
dosis regimen MDT-PB
Obat & Dosis MDT – Kusta PB
|
Dewasa
|
Anak
|
|
BB < 35 kg
|
BB > 35 kg
|
10-14 thn
|
|
Rifampisin(diawasi petugas)
|
450 mg/bln
|
600 mg/bln
|
450 mg/bln(12-15 mg/kgBB/bln)
|
Dapson(Swakelola)
|
50mg/hr(1-2 mg/kgBB/hr)
|
100 mg/hr
|
50 mg/hr(1-2 mg/kgBB/hr)
|
Pengobatan MDT untuk
kusta tipe PB dilakukan dalam 6 dosis minimal yang diselesaikan dalam 6-9 bulan
dan setelah selesai minum 6 dosis maka dinyatakan RFT (Released From
Treatment = berhenti minum obat kusta) meskipun secara klinis lesinya masih
aktif. Menurut WHO tidak lagi dinyatakan RFT tetapi menggunakan istilah Completion
of Treatment Cure dan pasien tidak lagi dalam pengawasan.
Tabel 2. Obat dan
dosis regimen MDT-MB
Obat & Dosis MDT – Kusta MB
|
Dewasa
|
Anak
|
|
BB < 35 kg
|
BB > 35 kg
|
10-14 thn
|
|
Rifampisin(diawasi petugas)
|
450 mg/bln
|
600 mg/bln
|
450 mg/bln(12-15 mg/kgBB/bln)
|
Klofazimin
|
300 mg/bln (diawasi petugas)dan dilanjutkan esok
|
50 mg/hr (swakelola)200 mg/bln
(diawasi)dan dilanjutkan esok
50 mg/hr (swakelola)Dapson(Swakelola)50
mg/hr(1-2 mg/kgBB/hr)100 mg/hr50 mg/hr(1-2 mg/kgBB/hr)
Pengobatan MDT untuk
Kusta tipe MB dilakukan dalam 24 dosis yang diselesaikan dalam waktu maksimal
36 bulan. Setelah selesai minum 24 dosis maka dinyatakan RFT meskipun secara
klinis lesinya masih aktif dan pemeriksaan bakteri BTA positif. Menurut WHO pengobatan
MB diberikan untuk 12 dosis yang diselesaikan dalam 12-18 bulan dan pasien
langsung dinyatakan RFT.
Penyakit kusta merupakan salah satu permasalahan yang harus diatasi
dari sekian banyaknya masalah lain seperti meningkatnya penyakit lain serta
munculnya penyakit baru. Adanya pengobatan untuk penyakit kusta tidak serta
merta membuat pemerintah lepas tangan akan hal ini. Perlu adanya peran petugas
kesehatan untuk memberikan penyuluhan kepada masyarakat agar kenali, sadari dan
waspadai penyakit kusta dan penderita kusta untuk berobat secara teratur sehingga
rantai penularan penyakit kusta dapat putus. Meskipun penyakit ini dapat
disembuhkan, dari dulu stigma selalu mengakar bagi para penderita kusta
sehingga mereka mengalami diskriminasi secara sosial. Mereka sangat sulit
mengenyam pendidikan, mendapatkan pekerjaan, atau bahkan menikmati fasilitas
publik hanya karena sedang atau pernah menderita penyakit kusta. Stop stigma
dan diskriminasi! Mereka perlu motivasi dan semangat untuk memerangi penyakit
ini. Mereka juga berhak untuk mendapat tempat yang layak di tengah-tengah
masyarakat. Melalui peringatan hari kusta sedunia ini, mari kita saling berbagi
informasi akan penyakit kusta sehingga kita bisa bersama memerangi penyakit
ini, mewujudkan Indonesia sehat, Indonesia bebas kusta!